Selasa, 22 Desember 2015

KONVENSI BUDAPEST

Konvensi Cybercrime, juga dikenal sebagai Konvensi Budapest pada Cybercrime atau Konvensi Budapest, adalah internasional pertama perjanjian berusaha untuk mengatasi Internet dan kejahatan komputer dengan harmonisasi nasional hukum,meningkatkan teknik investigasi, dan meningkatkan kerjasama antara negara-negara, Hal itu disusun oleh Dewan Eropa diStrasbourg, Perancis, dengan partisipasi aktif dari Dewan pengamat Eropa menyatakan Kanada, Jepang, Afrika Selatan dan Amerika Serikat.
Konvensi dan Laporan Penjelasan yang diadopsi oleh Komite Menteri Dewan Eropa di Sesi 109 pada tanggal 8 November 2001. Ini dibuka untuk ditandatangani di Budapest, pada tanggal 23 November 2001 dan itu mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2004.  Pada September 2015, 47 negara telah meratifikasi konvensi tersebut, sementara lebih tujuh negara telah menandatangani konvensi tersebut tetapi tidak meratifikasinya.
Karena mulai berlaku, negara-negara penting seperti Brazil dan India telah menolak untuk mengadopsi Konvensi dengan alasan bahwa mereka tidak berpartisipasi dalam penyusunan nya. Rusia menentang konvensi, menyatakan bahwa adopsi akan melanggar kedaulatan Rusia, dan telah biasanya menolak untuk bekerja sama dalam penyelidikan penegak hukum yang berkaitan dengan kejahatan cyber.

TUJUAN
Konvensi tersebut adalah perjanjian internasional pertama pada kejahatan yang dilakukan melalui jaringan internet dan komputer lainnya, berurusan terutama denganpelanggaran hak cipta, penipuan yang berkaitan dengan komputer, pornografi anak, kejahatan kebencian, dan pelanggaran keamanan jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian kekuasaan dan prosedur seperti pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah.
Tujuan utamanya, ditetapkan dalam pembukaan, adalah untuk mengejar kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk perlindungan masyarakat terhadap cybercrime, terutama dengan mengadopsi undang-undang yang sesuai dan mendorong kerjasama internasional.
Konvensi ini bertujuan terutama pada:
Harmonisasi unsur-unsur hukum domestik pidana substantif pelanggaran dan ketentuan yang terhubung di bidang kejahatan cyber
Menyediakan untuk pidana kekuatan domestik prosedural hukum yang diperlukan untuk investigasi dan penuntutan tindak pidana tersebut serta pelanggaran lainnya yang dilakukan dengan menggunakan sistem komputer atau bukti dalam kaitannya dengan yang di bentuk elektronik
Menyiapkan sebuah rezim yang cepat dan efektif kerjasama internasional


Pelanggaran sebagai berikut didefinisikan oleh Konvensi:
  • akses ilegal
  • intersepsi ilegal
  • gangguan data
  • gangguan sistem
  • penyalahgunaan perangkat
  • pemalsuan yang berkaitan dengan komputer
  • penipuan yang berkaitan dengan komputer
  • pelanggaran terkait pornografi anak,
  • pelanggaran yang berkaitan dengan hak cipta dan tetangga hak.


Hal ini juga menetapkan seperti masalah hukum acara sebagai pelestarian dipercepat dari data yang tersimpan, pelestarian dipercepat dan pengungkapan parsial data lalu lintas, agar produksi, pencarian dan penyitaan data komputer, koleksi real-time data lalu lintas, dan intersepsi data konten. Selain itu, Konvensi memuat ketentuan tentang jenis tertentu akses lintas batas ke data komputer yang tersimpan yang tidak memerlukan bantuan timbal balik (dengan persetujuan atau di mana tersedia untuk umum) dan menyediakan untuk mendirikan jaringan 24/7 untuk memastikan bantuan cepat antara Pihak Penandatangan.
Konvensi adalah produk dari empat tahun kerja oleh para ahli Eropa dan internasional. Telah dilengkapi oleh Protokol Tambahan membuat setiap publikasi propaganda rasis dan xenophobia melalui jaringan komputer tindak pidana. Saat ini, dunia maya terorisme juga dipelajari dalam rangka Konvensi.

Menurut Convention on Cybercrime, tindak pidana  yang dapat  digolongkan sebagai cybercrime diatur dalam Pasal 2-5, adapun jenis tindak  pidana tersebut adalah : 
  1. Illegal Access Diatur dalam Pasal 2 Convention on Cybercrime, illegal akses melingkupi pelanggaran dasar dari suatu ancaman yang berbahaya dari serangan tertentu terhadap keamanan data dan system computer. Suatu organisasi atau kelompok membutuhkan perlindungan terhadap pelanggaran illegal akses ini  untuk orang-orang yang ingin mengatur, menjalankan dan mengendalikan sistem mereka berjalan tanpa ada gangguan dan hambatan. 
  2. Illegal Interception Diatur dalam Pasal 3 Cybercrime Convention, dilarang memindahkan suatu file dari computer satu ke computer yang lain yang dilakukan secara pribadi tanpa seijin yang bersangkutan yang dilakukan melalui faximile, email, atau pemindahan file. Tujuan dari pasal ini adalah perlindungan atas hak atas kebebasan dalam komunikasi data. Pelanggaran ini hanya ditujukan terhadap pemindahan pribadi dari data komputer.
  3. Data Interception Diatur dalam Pasal 4 Cybercrime Convention, menyebarkan virus salah satu contoh dari data interception. Dimana pengrusakan data menjadi tindak kejahatan yang bertujuan memberikan perlindungan yang sama terhadap computer dan program. Sebagai contoh adalah memasukan kode-kode jahat (malicous codes), Viruses, dan Trojan Horse ke suatu sistem komputer merupakan pelanggaran.
  4. System Interference Diatur dalam Pasal 5 Cybercrime Convention. Dalam Pasal 5 konvensi ini disebutkan bahwa system interference ditetapkan sebagai pelanggaran pidana dilakukan dengan memasukkan, menyebarkan, merusak, menghapus atau menyembunyikan data komputer.
  5. Misuse of Device diatur dalam Pasal 6  konvensi ini termasuk jenis  kejahatan diantaranya pencurian ,penyediaan, penjualan dan  distribusi dari data komputer  yang diperoleh dari sebuah alat. Yang di maksud alat disini adalah hardware maupun software yang telah di modifikasi untuk mendapatkan akses dari sebuah komputer atau jaringan komputer. Contohnya apabila ada sesorang yang memasukkan keylogger dalam jaringan bank untuk mendapatkan data-data nasabah mulai dari alamat sampai ke password ATM dan data-data tersebut dijual, digunakan atau didistribusikan untuk kejahatan lain. 
 Berbagai perbuatan diatas menjadi sandaran untuk menilai pengaturan dalam UU ITE dan menilai sejauhmana terdapat harmonisasi hukum dalam pengaturan tersebut.
Pengaturan cybercrime yang mengelompokkan berbagai perbuatan ke dalam 2 klasifikasi besar, kemudian dibagi lagi berdasarkan pasal-pasal yang sudah ada dan dipedomani oleh pembuat UU ITE. Hanya saja UU ITE tidak mengelompokkan suatu perbuatan. Pengaturan cybercrime dalam UU ITE sebagai berikut :

  • Indecent Materials/ Illegal Content (Konten Ilegal)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik serta pemerasan, pengancaman serta yang menimbulkan rasa kebencian berdasarkan atas SARA serta yang berisi ancaman kekerasan (Pasal 27, 28, dan 29 UU ITE)
  • Illegal Acces (Akses Ilegal)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/ atau Sistem Elektronik milik orang lain dengan cara apapun untuk memperoleh Informasi elektronik serta melanggar,
menerobos, melampaui atau menjebol sistem pengamanan (Pasal 30 UU ITE).
  • Illegal Interception (Penyadapan Ilegal)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan intersepsi atas Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik dalam suatu Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/ atau penghentian Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan (Pasal 31 UU ITE).
  •  Data Interference (Gangguan Data)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan, atau mentransfer suatu Informasi Elektronik milik orang lain atau milik publik kepada Sistem Elektronik orang lain yang tidak berhak, sehingga mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya. (Pasal 32 UU ITE).
  • System Interference (Gangguan Sistem)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/ atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya (Pasal 33 UU ITE).
Misuse of Devices (Penyalahgunaan Perangkat)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki perangkat keras atau perangkat lunak komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan yang dilarang dan sandi lewat komputer, kode akses, atau hal yang sejenis dengan itu, yang ditujukan agar sistem elektronik menjadi dapat akses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE).
  • Computer Related Fraud and Forgery (Penipuan dan Pemalsuan yang berkaitan dengan Komputer)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengerusakan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik (Pasal 35 UU ITE)




REFERENSI :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar